MAKALAH
PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA :
WILLY RIZQIAN
NPM : 17416659
KELAS : 2IB01
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS
GUNADARMA
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan Syukur saya
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat, Hidayah
dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai “Perkembangan Penduduk Indonesia”.
Saya juga mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Ganjar Pratiwi selaku dosen mata kuliah Teori Lingkungan
yang telah yang telah memberikan tugas ini. Saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saran serta kritik
yang dapat membangun dari pembaca sangat saya harapkan guna penyempurnaan pada
makalah selanjutnya.
Harapan saya semoga
makalah ini bisa membantu menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Demikian makalah ini
saya buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Depok, 30 Oktober 2017
Willy Rizqian
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Laju pertumbuhan
penduduk merupakan permasalahan krusial yang dihadapi oleh negara-negara
berkembang di dunia, khususnya negara-negara berpenduduk besar dan padat sperti
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data dasar yang diperoleh
mengenai jumlah kelahiran, sehingga diperlukan berbagai upaya yang
berkesinambungan untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Indonesia sebagai
suatu negara yang sedang berkembang dengan penduduk terbesar nomor empat di
dunia, juga menghadapi persoalan yang serupa.
Laju pertumbuhan
penduduk di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari
hasil sensus penduduk 2010, Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan 1,49 persen pertahun, sementara pada tahun 2008 masih tercatat
288,53 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk ini jika tetap pada angka itu, pada
2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan
penduduk yang tinggi ini akan mengakibatkan permasalahan jika tidak
dikendalikan (BKKBN, 2010).
Definisi dari laju
pertumbuhan penduduk itu sendiri adalah Angka yang menunjukan tingkat
pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan
sebagai persentase dari penduduk dasar. Laju pertumbuhan penduduk dapat
dihitung menggunakan tiga metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan eksponesial.
Metode yang paling sering digunakan di BPS adalah metode geometrik.
2. Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah agar kita dapat memahami bagaimana perkembangan pertumbuhan
penduduk di Indonesia saat ini serta dampak dari pertumbuhan penduduk itu
terhadap berbagai bidang.
3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup masalah yang akan
dibahas pada makalah kali ini sebagai berikut:
a.
Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia
b.
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
c.
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
d.
Petumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
e.
Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
f.
Kemiskinan dan Keterbelakangan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia
Pertumbuhan penduduk
adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan
dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu
unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua
spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara
informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan
untuk merujuk pada perubahan penduduk dunia.
Maka yang melandasi
perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya kelahiran di bandingkan
dengan kematian dan banyaknya imigran dari desa ke kota yang menumpuknya
manusia di kota dan sedangkan yang di desa berkurang. Banyaknya imigran dari
desa ke kota dikarenakan dikitnya atau kurangnya lapangan pekerjaan
dibandingkan dengan di kota-kota yang membuat orang desa mencari makan di kota
dan menyebabkan banyaknya atau menumpuknya orang di kota.
Perkembangan penduduk
di Indonesia dikarenakan banyaknya atau meningkatnya data kelahiran per hari di
bandingkan data kematian per hari yang mengakibatnya banyaknya kehidupan tidak
sebanding banyaknya kematian yang mengakibatkan penumpukan atau pertambahan
penduduk di Indonesia semakin tahun semakin bertambah
Hasil sensus penduduk 2010 tercatat
237,6 juta jiwa sebagai bukti pertumbuhan penduduk Indonesia 5 tahun lebih
cepat dari proyeksi BPS. Karena proyeksi semula, tahun 2010 baru berjumlah
234,2 juta dan tahun 2015 berkisar 237,8 juta jiwa. Kenyataannya, tahun 2010
penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa.
Demikian diungkapkan
direktur Jaminan dan Pelayanan KB, BKKBN Pusat, Setia Edi dalam acara
peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Jakarta, yang dirilis bkkbn.co.id, Sabtu
(25/9/2010). Ia mengingatkan, jika program KB diabaikan maka pertumbuhan
penduduk Indonesia tak terkendali.
"Pengnedalian
penduduk harus menjadi prioritas. Apalagi kesehatan dan usia harapan hidup
meningkat sehingga tanpa pengendalian rawan terjadi ledakan jumlah penduduk.
Jumlah penduduk 237,6 juta mendekati proyeksi BPS untuk jumlah penduduk tahun
2015 yakni 237,8 juta jiwa. Angka itu sudah tercapai sekarang. Dengan
melencengnya proyeksi itu, jumlah penduduk diperkirakan 264,4 juta tahun
2015," ujar dia.
Pemerintah mempunyai
target baru. Pada 2014 ditargetkan angka fertilitas total (angka kelahiran/TFR)
2,1 dan pengguna kontrasepsi 65 persen. Saat ini TFR 2,3 dan pengguna
kontrasepsi 61,4 persen. Selain itu ditargetkan empat tahun ke depan 'unmeet
need' 5 persen dan usia kawin pertama 21 tahun.
Kendala program KB
adalah otonomi daerah yang mengakibatkan keterputusan koordinasi dan
implementasi program secara luas. Tidak semua daerah mempunyai struktur yang
khusus mengurusi KB. Di tengah perubahan itu fungsi petugas penyuluh lapangan
KB (PLKB) juga tergerus karena kurang dukungan. Padahal PLKB penting untuk mengedukasi
dan memberikan konseling sehingga masyarakat dapat merencanakan keluarga dengan
baik dan rasional.
2.2 Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Pemukiman
Penataan ruang tidak
lagi semata menjembatani kepentingan ekonomi dan sosial. Lebih jauh dari kedua
hal itu (ekonomi dan sosial), penataan ruang telah berubah orientasinya pada
aspek yang benar-benar berpihak untuk kepentingan lingkungan hidup, sebagai
konsekuensi keikut-sertaan Indonesia pada upaya menekan pemanasan global. Dalam
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah ditegaskan mengenai tujuan
penyelenggaraan penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.
Keterpaduan dalam
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia; serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Penataan ruang yang
berpihak pada lingkungan hidup perlu ditegakkan bersama karena sebelumnya,
logika penataan ruang yang hanya mengikuti selera pasar, dalam kenyataan telah
mengancam keberlanjutan. Hal ini dapat dicermati dari keberadaan lahan-lahan
produktif dan kawasan buffer zone berada dalam ancaman akibat konversi lahan
secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan yang mempunyai land
rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk permukiman, industri, perdagangan
serta pusat-pusat perbelanjaan.
Diperkirakan sekitar 15 ribu – 20 ribu ha per
tahun lahan pertanian beririgasi beralih fungsi menjadi lahan non pertanian,
serta tidak sedikit kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) terdegradasi.
Berdasarkan data (Bappenas, 2002) terdapat sekitar 62
Daerah Aliran Sungai
(dari 470 Daerah Aliran Sungai) terdegradas akibat dari penebangan hutan yang
tidak terkendali dari hulu sungai. Tekanan lingkungan lainnya adalah menyangkut
laju urbanisasi yang akan tumbuh sekitar 4,4 persen per tahun. Oleh karena itu
diperkirakan, pada tahun 2025 nanti terdapat sekitar 60 persen penduduk
Indonesia (167 juta orang) berada di perkotaan. Bila penataan ruang tidak
mengikuti logika pembangunan keberlanjutan, maka dapat dipastikan bahwa
kota-kota besar yang telah berkembang saat ini akan selalu berada tekanan social
yang sangat tinggi. Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk
yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut
Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai
akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan
adalah sebagai berikut:
(1)
Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik.
Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas
bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah.
Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi
konsentrasi produksi limbah.
(2)
Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi
dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri
dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
Di daerah industri juga terdapat kepadatan penduduk yang tinggi dan transport
yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri
dan limbah transport.
(3)
Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan
pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan
pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang notebene
merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang menggantungkan
hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk,
kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga ekploitasi hutan
untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung
lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah, dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti menyebabkan
tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan
lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi dengan
semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka bisa berkurang
menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum pulih
kesuburannya.
(4)
Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya.
Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan
dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya
lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan
makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber
daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar
pencemaran sumber daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin
besar pula pencemaran.
Tingkat laju
pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bukan mustahil akan
menyalip Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 227 juta
jiwa, sedangkan penduduk AS berjumlah 315 juta jiwa. Dari hasil survei,
pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun bertambah 3,2 juta jiwa.
Secara kuantitas jumlah
ini sama dengan jumlah seluruh penduduk Singapura. Kepala BKKBN Sugiri Syarief
menunjukkan bahwa program KB ternyata mengalami stagnasi dengan angka rata-rata
seorang wanita mempunyai anak selama masa subur secara nasional pada 2007 tetap
berada di angka 2,6 dibanding 2003. Jumlah penduduk Indonesia saat ini
menduduki nomor empat terbanyak di dunia setelah China dengan 1,3 miliar jiwa,
India dengan 1,2 miliar, dan AS nomor ketiga dengan 315 juta. (Republika, 2
Juni 2009).
Bergesernya pola hidup
masyarakat dan tingginya tuntutan hidup modern yang makin sulit dikejar
menyebabkan terjadinya banyak stressor atau penyebab stress yang menyerang
masyarakat metropolis. Tidak mengherankan bila gangguan kejiwaan pun menjadi
salahsatu penyakit tren masyarakat kota dewasa ini. Indikatornya, jelas
terlihat dari banyaknya pasien non psikosa (bukan kejiwaan) yang dirawat
instalasi Ilmu Kedokteran Jiwa berbagai RSU.
Sebelum berakibat lebih
parah, selayaknya kita bercermin pada berbagai kejadian khusus yang cenderung
muncul di perkotaan. Jakarta, Surabaya, Medan dan kota besar lainnya tidak
hanya tampak indah dengan gedung-gedung pencakar langit dengan arsitektur
modern dan deretan mobil mewah yang berseliweran. Kota-kota ini tidak hanya
gagah karena gemerlapnya lampu-lampu kota yang menghidupkan suasana malam.
Namun, di balik gemerlap semua itu, kota ini juga mempunyai berbagai masalah
pelik sebagai kota besar yang notabene menjadi sasaran kaum urban sebagaimana
dialami kota-kota besar lain di berbagai belahan dunia.
Akumulasi berbagai
masalah klasik akibat peningkatan jumlah penduduk kota yang cepat makin
dirasakan dampaknya, mulai dari kemiskinan, pencemaran, pengangguran, hingga
kriminalitas dan sebagainya. Diperburuk lagi, kini banyak problema lingkungan
hidup kota sehingga pelestarian lingkungan makin berkurang dan perencanaan kota
jadi tidak sesuai dengan kenyataan akibat pengaturan Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW) baik kota maupun propinsi yang sering tidak sinkron. Buntut dari
rangkaian masalah itu tidak lain adalah tingkat daya dukung kota terhadap
kehidupan warga yang makin rendah.
Secara umum,
pertumbuhan penduduk kota-kota di dunia cenderung mengalami lonjakan yang
sangat fenomenal, sementara pada saat yang sama, kualitas lingkungan cenderung
menurun. Lebih dari setengah jumlah penduduk di dunia sekarang ini tinggal di
perkotaan. Masalah-masalah perkotaan, seperti kepadatan lalu lintas, pencemaran
udara, perumahan dan pelayanan masyarakat yang kurang layak, kriminal,
kekerasan dan penggunaan obat-obat terlarang menjadi masalah yang harus
dihadapi masyarakat perkotaan. Sangat wajar, apabila kecenderungan tersebut
terus-menerus tidak ditangani maksimal, ibarat bola salju yang makin lama makin
membesar, dan akhirnya memicu runtuhnya kekuatan psikologis masyarakat.
Jika penduduk Surabaya
tahun 2010 diasumsikan berjumlah 5 juta jiwa, berarti setiap jiwa hanya
disuplai oleh lingkungan alam lebih kurang seluas 650 meter persegi, padahal
dalam suplai udara bersih, tidak ada ruang lagi untuk mendapatkannya.
Penyebabnya adalah jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang makin meningkat
sehingga akan menghasilkan gas polutan bahan-bahan insektisida. Masalah polusi
udara di dalam ruangan adalah yang paling kerap kita hadapi sehari-hari.
Menurut laporan EPA (Environmental Protection Agency) 26.000 jiwa meninggal
dalam setiap tahunnya yang diakibatkan dari polusi udara dalam ruangan.
Sementara menurut laporan WHO sebanyak 12,5 juta jiwa mengalami gangguan
kesehatan akibat polusi udara tersebut.
2.3 Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan
Suatu wilayah dengan
pertambahan penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan,
pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah
penduduk yang besar maka fasilitas-fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan juga
ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi
fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan
wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari. Tingkat pendidikan
yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu
terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di
bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat
tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat.
Generasi muda dan anak-anak yang
cerdas adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi
dengan hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh.
Penduduk merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan
lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan
pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama. Di negara-negara yang anggaran
pendidikannya rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak
hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada
penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru
yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga untuk
melaksanakan pembangunan dalam segala bidang belum dapat berjalan dengan cepat,
karena kekurangan modal maupun tenaga tenaga ahli/ terdidik, Akibatnya
fasilitas secara kualitatif dalam bidang pendidikan masih terbatas. Pertambahan
penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas
pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan
fasilitas pendidikan menghambat program persamaan atau perimbangan antara
pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh
karena itu, masyarakat dalam mencapai pendidikan yang tinggi masih sedikit
sekali. Hal ini disebabkan karena :
a.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.
b.
Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana
pendidikan.
c.
Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah sehingga belum dapat
memenuhi Kebutuhan hidup primer, dan untuk biaya sekolah.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya
tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1.
Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga
ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah
penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli
yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2.
Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima
hal-hal yang baru. Hal ini nampak dengan ketidak mampuan masyarakat merawat
hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena
ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini
apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan
pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar
belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan
kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat,
menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di
samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam
membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini. Helen Callaway,
seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masyarakat buta huruf,
menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah
memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana – mana pria
diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan – latihan teknis. Mereka
adalah orang – orang yang mampu menghadapi tantangan – tantangan dalam dunia.
Sebaliknya pengetahuan dunia di tekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pengaruh daripada dinamika penduduk
terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan
pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan
bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak
dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak – anak,
berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya.
Kesulitan orang tua dalam membiayai anak – anak yang banyak, lebih mempersulit
masalah ini padahal tingkat pendidikan sangat siperlukan sebagai alat
menyampaikan informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan dan untuk
merangsang penerimaan gagasan – gagasan baru.
2.4.
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Kemampuan manusia untuk
mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada
taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka
hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya,
masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup
sampai taraf yang irreversible. Perilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup
tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang
diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya
tadi. Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya
social ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh
secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari
penyakit”.Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan.
Dalam Bab 1,Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan
(somatik),rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari
penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada
kata kesehatan.
Keadaan kesehatan
lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian,
karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan
penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah,pembuangan air limbah
penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan,
ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai,penggundulan hutan dan banyak
lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Jumlah penduduk
yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani masalah.pemukiman
sangat penting diperhatikan. Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan
sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga
harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan,
drainase, pengadaan air bersih, pentagonal sampah domestik uang dapat
menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.
Indonesia saat ini
mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan struktur ekonomi menuju
ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi yang meningkatkan
jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator kesehatan seperti penurunan angka
kematian ibu, meningkatnya angka harapan hidup ( 63 tahun ) dan status gizi.
Jumlah penduduk terus bertambah, cara bercocok tanam tradisional tidak lagi
dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Pertumbuhan Penduduk yang tidak
merata tersebut sangat berpengaruh dengan lingkungan, penduduk yang tinggal
dipemukiman yang sembarangan akan mengakibatkan lingkungan yang tidak bersih.
Lingkungan yang tidak dijaga akan mengakibatkan penyakit yang dapat mengacam
kesehatan manusia, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan adalah
Malaria, Muntaber, Penyakit Kulit, Tifus, dll. Seperti banjir, polusi air, dan
polusi udara adalah faktor yang mengakibatkan terjadinya penyakit, jika lama
kelamaan manusia tidak memperhatikan lingkunganya maka sangat besar peluang
penyakit menyebar, dalam hal ini kesadaran manusia sangat dibutuhkan, kita
diharapkan perlu adanya sosialisasi kepada penduduk tentang pemukiman yang
sehat dan adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat luas dari pemerintah dan
pemerintah haruslah meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dan yang
paling penting diperhatikan pemeintah adalah pelayanan kesehatan masyarakat
yaitu dengan menciptakan klinik disetiap pemukiman penduduk.
2.5 Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
Kekurangan gizi dan
angka kematian anak meningkat di sejumlah kawasan yang paling buruk di Asia dan
Pasifik kendati ada usaha internasional untuk menurunkan keadaan itu, kata
sebuah laporan badan kesehatan PBB hari Senin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menegaskan bahwa sasaran kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan Tujuan
Pembangunan Milenium PBB tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015
berdasarkan kecnderungan sekarang. “Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa kendati
ada beberapa kemajuan, di banyak negara, khususnya yang paling miskin, tetap
ketinggalan dalam kesehatan,” kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam laporan itu.
Kendati tujuan pertama mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk
sementara negara-negara miskin berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang
kronis, kata data laporan itu.
Antara tahun 1990 dan
2002– data yang paling akhir– jumlah orang yang kekurangan makanan meningkat 34
juta di indonesia dan 15 juta di Surabaya dan 47 juta orang di Asia timur, kata
laporan tersebut. Proporsi anak berusia lima tahun ke bawah yang berat badannya
terlalu ringan di Surabaya, tenggara dan timur meningkat enam sampai sembilan
persen antara tahun 1990 dan 2003, sementara hampir tidak berubah (32 persen).
Lebih dari separuh anak-anak di Asia selatan kekurangan gizi, sementara
rata-rata di negara-negara berkembang tahun 2003 tetap sepertiga. “Meningkatnya
pertambahan penduduk dan produktivitas pertanian yang rendah merupakan alasan
utama kekurangan pangan di kawasan-kawasan ini,” kata laporan itu. Kelaparan
cenderung terpusat di daerah-daerah pedesaan di kalangan penduduk yang tidak
memilki tanah atau para petani yang memiliki kapling yang sempit untuk
memenunhi kebutuhan hidup mereka,” tambah dia.
Tidak ada satupun negara-negara
miskin dapat memenuhi tantangan mengurangi tingkat kematian anak. Kematian bayi
meningkat tajam di Surabaya antara tahun 1999 dan 2003, yang menurut data
terakhir yang diperoleh, dari 90 sampai 126 anak per 1.000 kelahiran hidup.
Juga terjadi peningkatan tajam dari 38 menjadi 87 per 1.000 kelahiran hidup.
“Untuk sebagian besar negara kemajuan dalam mengurangi kematian anak juga akan
berjalan lambat karena usaha-usaha mengurangi kekurangan gizi dan mengatasi
diare, radang paru-paru, penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan malaria
tidak memadai,” kata laporan itu. Berdasarkan kecenderungan sekarang, WHO
memperkirakan pengurangan dalam angka kematian dikalangan anak berusia dibawah
lima tahun antara tahun 1990 dan 2015 akan menjadi sekitar seperempat, kurang
dari dua pertiga dari yang diusahakan.
Tingkat kematian ibu
diperkirakan akan menurun hanya di negara-negara yang telah memiliki tingkat
kematian paling rendah sementara sejumlah negara yang mengalami angka terburuk
bahkan sebaliknya. Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran di
Indonesia, diperparah dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata. “Jika
semua itu, tidak segera dikendalikan, maka hal itu akan jadi beban buat kita
semua. Karena itu, baik pria maupun wanita harus memaksimalkan program KB.
Untuk mengurangi jumlah penduduk lapar tersebut, maka menurut Diouf diperlukan
peningkatan produksi dua kali lipat dari sekarang pada tahun 2050. Peningkatan
produksi ini khususnya perlu terjadi di negara berkembang, di mana terdapat
mayoritas penduduk miskin dan lapar. Jumlah penduduk dunia yang mengalami
kelaparan meningkat sekitar 50 juta jiwa selama tahun 2007 akibat dari kenaikan
harga pangan dan krisis energi.
2.6 Kemiskinan dan Keterbelakangan
Salah satu wabah
penyakit yang melanda negara-negara yang sedang berkembang ialah kemiskinan dan
keterbelakangan. Kemiskinan dan keterbelakangan adalah suatu penyakit, karena
dalam kenyataannya dua hal itu melemahkan fisik dan mental manusia yang tentunya
juga berdampak negative terhadap lingkungan. Kemiskinan dan keterbelakangan
begitu erat kaitannya satu sama lain sehingga dapat dianggap sebagai satu
pengertian, maka digunakan satu istilah saja, yaitu kemiskinan di mana sudah
terkait pengertian keterbelakangan.
Dampak kemiskinan terhadap
orang-orang miskin sendiri dan terhadap lingkungannya, baik lingkungan social
maupun lingkungan alam, dengan sendirinya sudah jelas negative. Orang miskin
tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi minimal bagi dirinya sendiri maupun bagi
keluarganya. Dampak kemiskinan terhadap lingkungan social tampakmengalirnya
penduduk ke kota-kota tanpa bekal pengetahuan apalagi bekal materi. Akibatnya
antara lain ialah banyaknya tukang becak, pemungut punting, gelandangan,
pengemis, dan sebagainnya yang menghuni kampung-kampung liar dan jorok di
gubuk-gubuk reot yang tidak pantas didiami manusia. Sebab-sebab kemiskinan yang
pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si miskin itu sendiri,
minimnya ketrampilan yang dimilikinya, ketidakmampuannya untuk memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang
relatif berlebihan.
Kemiskinan dan keterbelakangan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
a.
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti
ini dipsdfgeggahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
b. Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Kartasasmita mengatakan
bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan
pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat
lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Hal tersebut senada dengan yang
dikatakan Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari
ketidak-samaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial. Namun
menurut Brendley, kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa
kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh
kebutuhan hidup yang pokok. Sedangkan Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai
kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
standar hidup yang layak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara Indonesia
merupakan negara yang besar dan beraneka ragam etnis serta budaya.Kemajuan
negara sesungguhnya tergantung kepada tingkat pendidikan di Negara tersebut,
kualitas serta mutu pendidikan yang tingi dapat menjadi jaminan untuk kemajuan
dan kesejahteraan negara. Di tengah pertambahan jumlah penduduk yang semakin
tidak terkontrol membuat peningkatan kualitas di dunia pendidikan merupakan
pilihan yang harus dikedepankan. Perombakan sistem ketransmigrasian juga akan
mendukung pemerataan penduduk. Jadi, peningkatan kualitas Pendidikan dan
keefektifan pola transmigrasi dapat memperbaiki kuterpurukan dalam mengurus
kepadatan penduduk yang semakin hari kian membludak.Oleh karena pertumbuhan
penduduk dipengaruhi Tingkat pendidikan,
Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup, Kelaparan, Kemiskinan dan
Keterbelakangan. Maka kita harus bisa memperbaiki semua masalah itu,dan mulai
mencari jalan keluar yang terbaik agar semua permasalahan dinegara kita bia
terselesaikan.Dan masyarakatnya pun bisa hidup dengan sejahtera, karena tidak
dipungkiri bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam.
Jadi tidak masuk akal kalau masyarakatnya kebanyakan hidup dibawah garis
kemiskinan.
3.2 Saran
Saran yang dapat
penulis berikan khususnya kepada pemerintah Indonesia sebagai para penentu
kebijakan ialah agar dengan serius melihat perkembangan penduduk di Indonesia
yang tergolong besar sebagai salah satu masalah penting yang sangat
mempengaruhi stabilitas negara, contohnya pada ketersediaan pangan.
Ketersediaan pangan yang cukup tentu akan membantu menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
https://www.youtube.com/watch?v=4ay2fskxL68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar